Pertambakan udang merupakan salah satu bisnis yang penting di banyak negara, termasuk di Indonesia. Selain menjadi sumber pangan yang bernilai tinggi, tambak udang juga memiliki nilai ekonomi yang besar dan memberikan penghidupan bagi jutaan orang di seluruh dunia.
Namun, bisnis tambak udang juga memiliki risiko yang signifikan, seperti serangan penyakit udang yang dapat menyebabkan kerusakan besar pada populasi udang dan mengancam kelangsungan hidup bisnis tambak.
Salah satu penyakit udang yang paling merusak dan mengancam bisnis tambak udang adalah Yellow Head Disease (YHD). YHD pertama kali terdeteksi di Thailand pada tahun 1990-an dan sejak itu telah menyebar ke beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
YHD juga dapat menyebabkan kematian massal pada udang dan menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi petani tambak. Oleh karena itu, penting bagi petani tambak untuk memahami lebih lanjut tentang YHD dan cara mencegah serta mengobati penyakit ini agar dapat melindungi populasi udang.
Penyebab dan Gejala Yellow Head Disease pada Udang

Penyebab YHD pada udang belum sepenuhnya dipahami dengan jelas. Namun, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa virus yang disebut Yellow Head Virus (YHV) adalah penyebab utama YHD. YHV merupakan virus dengan RNA mirip corona yang termasuk dalam genus Okavirus.
Beberapa jenis udang yang dapat terinfeksi YHV meliputi udang vannamei (Litopenaeus vannamei), udang windu (Penaeus monodon), dan udang putih (Litopenaeus setiferus).
Namun, YHV juga telah ditemukan pada beberapa jenis udang lainnya, seperti udang jerbung (Penaeus japonicus) dan udang gunting (Metapenaeus ensis). Oleh karena itu, penting bagi petani tambak untuk memperhatikan potensi risiko YHV pada semua jenis udang yang mereka budidayakan.
Gejala YHV pada udang cukup bervariasi dan tergantung pada tingkat keparahan infeksi. Gejala-gejala klinis terjadi pada udang yang terinfeksi YHV menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan meliputi:
- Nafsu makan menurun dan tidak normal
- Setelah 3 hari menolak makan, udang akan mati massal
- Udang yang terinfeksi cenderung berkumpul dekat permukaan air atau ke sisi pematang kolam
- Insang jadi berwarna putih, kuning, atau kecoklatan
- Bagian kepala berwarna kekuningan, tubuhnya jadi pucat
- Kematian massal dalam waktu 2-4 hari
Cara Penyebaran Yellow Head Virus
YHV dapat tetap hidup dalam udang yang terinfeksi dan berhasil sembuh (carrier) selama setidaknya 50 hari. WOAH juga menambahkan bahwa YHV juga dapat tetap terdeteksi pada setiap tahap kehidupan Udang Windu dan berpotensi menjadi carrier virus seumur hidup.
Dengan adanya informasi tersebut, maka perlu diwaspadai udang yang terlihat sehat sekalipun, sebab virus yang terbawa udang dapat dengan mudah menjangkiti udang lainnya yang sehat.
Virus dapat menginfeksi udang melalui beberapa cara, misalnya:
- Kanibalisme
- Satu kolam bersama udang yang terinfeksi
- Berasal dari induk yang terinfeksi atau carrier
Untuk membuat virus tidak aktif, YHV harus dipanaskan pada suhu 60℃ selama 15 menit, atau dengan air mengandung kaporit 0.03 mg ml-1.
Untuk mencegah penyebaran virus di kolam, petambak perlu memilih benur yang bebas patogen atau specific pathogen free (SPF) dan menggunakan air yang sudah melewati proses sistem protokol biosecurity. Keduanya dapat dipastikan melalui tes PCR (polymerase chain reaction).
CeKolam Sebelum Terlambat

Yellow Head Virus memberikan dampak ekonomi yang signifikan pada industri udang. Infeksi YHV pada tambak dapat menyebabkan kematian massal udang, yang mengakibatkan penurunan produksi udang dan kerugian finansial bagi para petambak. Selain itu, karena tingkat mortalitas yang sangat tinggi, produksi udang dapat mengalami penurunan hingga 80% dalam waktu singkat setelah infeksi YHV.
Tak hanya menurunkan produksi, YHV juga dapat mengurangi kualitas udang yang dipelihara. Udang yang terinfeksi YHV biasanya memiliki kulit yang lunak dan warna yang pucat, sehingga tidak memiliki nilai jual yang tinggi di pasar.
Lagi-lagi, hal ini dapat mengakibatkan para petambak mengalami kerugian finansial yang lebih besar karena mereka tidak dapat menjual udang dengan harga yang wajar di pasar.
Selain itu, YHV juga bisa berdampak pada perdagangan internasional udang. Karena YHV merupakan penyakit yang sangat menular, beberapa negara dapat memberlakukan kebijakan untuk membatasi impor udang dari negara yang terdampak YHV, termasuk Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan pengurangan volume ekspor udang dan kerugian ekonomi yang signifikan bagi industri udang di Indonesia.
Oleh karena berbagai dampak yang merugikan ini, pencegahan dan pengendalian YHV harus menjadi prioritas bagi para petambak udang untuk meminimalkan kerugian finansial dan memastikan kelangsungan industri perikanan udang yang berkelanjutan.
Bersama dengan ahli udang Sidrotun Naim, Ph. D, yang mendapat julukan Dokter Udang, Nusantics sebagai perusahaan bioteknologi menawarkan layanan CeKolam. Layanan ini merupakan tes PCR berbasis genomik yang dapat mendeteksi apakah terdapat patogen pada udang.
Pendeteksian sedini mungkin sebelum muncul gejala dapat meminimalisir kerugian yang ditimbulkan. Petambak dapat mengambil langkah penanggulangan selanjutnya tanpa harus telanjur mengeluarkan biaya pemeliharaan tambak yang tidak sedikit.
Tes PCR yang dikenal masyarakat umum sebagai metode pendeteksian virus Covid-19, memang dapat digunakan untuk mendeteksi patogen lain, termasuk patogen pada udang. Dengan harga yang relatif terjangkau, metode ini memungkinkan petambak mengirimkan sampel ke tim CeKolam dan kemudian mendapatkan hasilnya dalam waktu yang cepat.
Tertarik untuk CeKolam Anda? Jangan ragu untuk bertanya dan menghubungi CeKolam di sini!
Referensi:
https://library.enaca.org/Health/FieldGuide/html/cv010yhd.htm
https://www.woah.org/app/uploads/2021/03/2-2-07-yhd.pdf
https://kkp.go.id/djpb/infografis-detail/14378-penyakit-yellowhead